Selasa, 14 Januari 2014

Kita Punya Etika



Sebagai makhluk sosial kita memang membutuhkan untuk selalu berhubungan maupun berkomunikasi dengan orang lain. Namun, berhubungan dan berkomunikasi yang dimaksud haruslah baik dan memiliki etika.
Di saat ini, memang banyak dari kita yang ingin bisa bergaul dengan siapa saja, serta tidak ada batasan untuk berteman, dan saling mengenal. Tapi dalam hal ini, perlulah kita ketahui pula etika bergaul dengan orang lain, agar tidak menjadi masalah bagi diri kita.
Saya dapat menulis seperti ini karena saya, telah mengalami hal yang kurang enak untuk dijalani, apalagi dengan teman-teman dekat sendiri. Walaupun hanya bercanda tapi perlulah kita tahu juga bagaimana seharusnya menghadapi teman. Terkadang rasa geram akan muncul dengan tingkah laku teman yang kurang baik.
Sedikit saya sampaikan bagaimana seharusnya etika kita saat bergaul dengan teman ataupun siapa saja.
1)  Hormatilah perasaan orang lain, jangan mencoba menghina atau menilai mereka cacat.
2)  Jaga dan perhatikanlah kondisi orang, kenalilah karakter dan akhlak mereka, lalu pergaulilah mereka, masing-masing menurut apa yang sepantasnya.
3)  Mendudukkan orang lain pada kedudukannya dan masing-masing dari mereka diberi hak dan dihargai.
4) Perhatikanlah mereka, kenalilah keadaan dan kondisi mereka, dan tanyakanlah keadaan mereka.
5) Bersikap tawadhu’ (rendah hati) kepada orang lain dan jangan merasalebih tinggi atau takabur dan bersikap angkuh terhadap mereka.
6)  Bermuka manis dan tersenyumlah bila anda bertemu orang lain.
7)  Berbicaralah kepada mereka sesuai dengan kemampuan akal mereka.
8)  Berbaik sangkalah kepada orang lain dan jangan memata-matai mereka.
9) Maafkanlah kekeliruan mereka, jangan mencari-cari kesalahan mereka,dan tahanlah rasa benci terhadap mereka.
10) Dengarkanlah pembicaraan mereka dan hindarilah perdebatan dan bantah-membantah dengan mereka.

Itulah sedikit ilmu yang dapat saya sampaikan, semoga bermanfaat. Dan untuk menjadi orang baik memanglah sulit, tetapi tidaklah sulit jika semua itu kita lakukan dengan ikhlas dan di mulai dari hal yang kecil ataupun mudah bagi kita, serta mulailah niat baik kita dengan selalu membaca Basmallah.

Jumat, 10 Januari 2014

Etika Islam dalam Menghargai Karya Orang Lain



Etika Islam Dalam Menghargai Karya Orang Lain

Oleh:
Hadia Fitriana

Rasulullah SAW bersabda:
Artinya:
“Bekerja mencari rezeki yang halal itu wajib bagi setiap muslim.”
(H.R.Tabrani)

            Sebelumnya, kata karya berasal dari bahasa Sansekerta, yang persamaan katanya adalah kerja, usaha, dan ikhtiar.Sedangkan,mengargai karya orang lain merupakan salah satu upaya membina keserasian dan kerukunan hidup antar manusia agar terwujud kehidupan masyarakat yang saling menghormati dan menghargai sesuai dengan harkat dan derajat seseorang sebagai manusia.Oleh karena itu, setiap Muslim atau Muslimah hendaknya berkarya atau bekerja sesuai dengan etika islam, yaitu:
  • Melandasi setiap kegitan kerja dengan niat semata-mata ikhlas karena Allah untuk memperoleh rida-Nya. Pekerjaan yang halal bila dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT, tentu akan memperoleh pahala ibadah.
Rasulullah SAW bersabda, “Allah SWT tidak akan menerima amalan melainkan amalan yang ikhlas untuik memperoleh keridaan-Nya.” (H.R.Ibnu Majah)
  • Mencintai pekerjaannya, karena pekerja yang mencintai pekerjaannya, biasanya akan melaksanakan kegiatan kerjanya dengan semangat, antusiasme tinggi, dan suka hati sehingga akan meraih hasil kerja yang optimal.
  • Mengawali setiap kegiatan kerja dengan ucapan basmalah. Rasulullah SAW bersabda, “ Setiap urusan yang baik (bermanfaat), yang tidak dimulai dengan ucapan basmalah (bismillahirrahmanirrahim) maka terputus berkahnya.” (H.R.Abdul Qahir dari Abu Hurairah)
  • Melaksanakan setiap kegiatan kerja dengan cara yang halal. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah adalah zat yang baik, mencintai yang baik (halal) dan tidak memerima (sesuatu) kecuali yang baik dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang mikmin sesuatu yang diperintahkan kepada para utusan-Nya.” (H.R.Muslim dan Tarmizi)
  • Tidak melakukan kegiatan kerja yang bersifat mendurhakai Allah dan hukumnya haram. Misalnya,bekerja sebagai germo, pencatat riba (rentenir), dan pelayan bar. Rasulullah bersabda:


Artinya:
“Tidak ada ketaatan terhadap makhluk, untuk mendurhakai sang Pencipta.” (H.R. Ahmad bin Hanbal)
·         Tidak membebani diri, alat-alat produksi, dan hewan pekerja dengan pekerjaan-pekerjaan di luar batas kemempuan.
·         Memiliki sifat-sifat terpuji, seperti jujur, dapat dipercaya, gemar tolong menolong dalam kebaikan, dan profesional dalam kerjanya.
·         Bersabar apabila menghadapi hambatan-hambatan dalam kerjanya da bersyukur apabila memperoleh keberhasila.
·         Menjaga keseimbangan antara kerja yang manfaatnya untuk kehidupan di dunia dan ibadah/kerja yang manfaatnya untuk kehidupan di akhirat. Seseorang yang sibuk bekerja sehingga meninggalkan salat lima waktu, tidak sesuai dengan etika islam. Rasulullah SAW bersabda,
“ Bekerjalah untuk kepentingan duniawi seolah-olah kamu akan hidup selama-lamanya, dan bekerjalah untuk kepentingan akhiratmu seakan-akan kamu akan mati esok.” (H.R.Ibnu Asakir)

Menurut fitrahnya,setiap manusia akan merasa senang apabila hasil karyanya dihargai orang lain.Menghargai karya orang lain termasuk perilaku terpuji yang harus dilakukan, sedangkan sebaliknya, menghina, dan mencela merupakan perilaku buruk yang harus dijauhi.Menghina dan mencela termasuk perilaku buruk, karena orang yang hasil karyanya dihina dan dicela biasanya akanmerasa sakit hati.
Rsulullah SAW menghargai, menyetujui dan mendorong umatnya untuk melakukan usaha-isaha agar hasil karyanya yang bermanfaat itu menungkat ke arah yang lebih maju.
Adapun maksud dan tujuan dalam menghargai karya orang lain yang dapat bermanfaat bagi setiap orang, yaitu:
  • Menjalin hubungan tali kasih sayang (silaturahmi), khususnya antara yang memberi penghargaan dan yang diberi penghargaan. Rsulullah SAW bersabda, “ Setiap yang ingin rezekinya dilapangkan Allah, atau ingin usianya dipanjangkan, maka hendaklah ia menghubungkan silaturahmi.” (H.R. Muslim)
  • Membuat senang atau gembira orang yang hasil karyanya dihargai. Rasulullah SAW bersabda kepada dua sahabatnya yang diutus ke negeri Yaman:


Artinya:
“Mudahkanlah (mereka penduduk Yaman) dan jangan kamu persulit, gembirakanlah dan jangan kamu takut-takuti, serta rukunlah kamu berdua dan jangan berselisih.” (H.R. Bukhari)

  • Mendorong orang yang hasil karyanya dihargai, agar mempertahankan dan meningkatkan kualitas hasil karyanya ke arah yang lebih baik. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang amal uahanya lebih baik dari kemarin, maka orang itu termasuk yang beruntung, dan jika amal usahanya sama dengan kemarin termasuk orang yang merugi, dan jika amal usahanya lebih buruk dari yang kemarin maka oarang itu termasuk yang tercela.” (H.R. Tabrani)
  • Menjauhkan diri dari suka menghina dan mencela hasil karya orang lain, karena merupakan perilaku buruk yang akan mendatngkan kerugian.
Dari Abdullah bin Mas’ud ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:


Artinya:
“Seorang mukmin itu bekanlah orang yang suka mencela (menista), mengkutuk, berbuat keji, dan berlaku kasar (keji dan kotor kata-katanya).” (H.R. Turmuzi)

  •  
    Meningkatkan taraf hidup orang yang diberi penghargaan, apabila penghargaan yang diberikan itu berupa sejumlah uang, tugas belajar, atau menaikkan pangkatnya ke pangkat yang lebih tinggi.

 Meningkatkan taraf hidup merupakan dambaan setiap orang dan juga merupakan fitrah umat manusia. Insya Allah seorang manusia akan meningkat taraf hidupnya ke arah yang lebih tinggi apabils ia berusaha dengan sungguh-sungguh. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum (kecuali) bila mereka sendiri mengubah keadaanya.” (Q.S.Ar-Ra’du, 13:11)

Cara atau Sikap Menghargai Karya Orang Lain
            Islam sangat menganjurkahn umatnya agar saling menghargai satu sama lain. Sikap menghargai terhadap orang lain tentu didasari oleh jiwa yang santun yang dapat menumbuhkan sikap menghargai orang di luar dirinya. Kemampuan tersebut harus dilatih terlebih dahulu untuk mendidk jiwa manusia sehingga mampu bersikap penyantun.Dengan demikian menghargai karya orang lain dapat diwujudkan melalui beberapa cara, yaitu:
  1. Menghargai karya orang lain dengan sikap, misalnya bermanis mika mau bertegur saa bila berjumpa dengan orang yang berkarya.Dari Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:

Artinya:“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat meratai manusia dengasn hartamu, akan tetapi kamu dapat meratai mereka dengan bermanis muka dan akhlak yang baik.” (Dikeluarkan oleh Abu Ya’li dab disahihkan oleh Hakim)

  1.  
    Menghargai karya orang lain dengan ucapa/lisan. Misalnya dengan pujian dan pernyataan bahwa hasil karyanya bernilai tinggi.
Namu pujian yang mengandung unsur dusta, tidak sesuai dengan kenyataan yang sebernarnya, dan dengan maksud untuk mencari muka, termasuk akhlak tercela yang tidak disukai oleh Rasulullah SAW.
Sebuah hadis Nabi SAW menebutkan, “Dari Abu Musa r.a. dia berkata, “ Nabi SAW mendengar seorang laki-laki memiji oarang lain dan melebih-lebihkan dalam memujinya (mengandung unsur dusta) maka Rasulullah SAW bersabda, ‘Telah kamu hancurkan (telah kamu patahkan) punggung orang laki-laki itu.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
  1. Menghargai hasil karya orany lain melalui tulisan. Misalnya, seorang siswa/siswi SMA kelas 3, yang nilai ujian akhirnya paling tinggi dari seluruh siswa/siswi peserta ujian akhir di sekolah memperoleh piagam penghargaan yang ditandatangani oleh kepala sekolahnya.
  2. Menghargai hasil karya seseorang melalui pemberian suatu hadiah yang berharga. Misalnya, seorang karyawan perusahaan yang dinilai berdedikasi tinggi pada perusahaan dan sumbangan tenaga, pikiran dan keahliannya sanngat besar, memperoleh hadiah dariperusahaannya berupa tiket untuk pergi menunaikan ibadah haji. Pemberian hadiah kepada seseorang dengan maksud untuk menghormatinya dan menghargai prestasinya, merupakan suruhan Rasulullah SAW. Rasulullah SAW bersabda:


Artinya:
“Saling memberi hadiahlah sesama kamu, niscaya kamu semua akan saling mencintai.” (H.R. Baihaqi)
  1. Menghargai hasil karya seseorang dengan perbuatan. Misalnya,
Mengucapkan selamat kepada orang yang hasil kerjanya berprestasi disertai dengnan salilng berjabat tangan.
Rasulullah SAW bersabda:



Artinya:“Saling berjabat tanganlah kamu karena hal itu akan menghilangkan rasa dengki,” (H.R. Bukhari-Muslim)
Jika yang berkarya itu seorang muslim/muslimah, penuhilah hak-haknya sebagai seorang yang beragama islam. Hadis Nabi SAW menyebutkan:
“Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda hak Muslim terhadap Muslim lainnya itu ada enam:
a.       Apabila engkau bertemu dengannya, berilah salam
b.      Apabila engkau diundang, penuhilah
c.       Apabila engkau dimintai nasihat, berilah nasiaht
d.      Apabila dia bersin dengan memuji Allah, doakanlah
e.       Apabila dia sakit, jenguklah
f.       Apabila dia mati, antarkanlah jenazahnya ke kubur.
(H.R.Muslim)
6.   Tidak boleh bersikap iri hati dan dengki kepada orang yang hasil karyanya berprestasi.
      Rasulullah SAW bersabda:


      Artinya:
      “Jauhilah olehmu sifat dengki karena sesungguhnya sifat dengki itu dapat menghapus kebaikan, sebagaimana api dapat memusnahkan kayu bakar.” (H.R. Daud dari Abu Hurairah)
7.   Dilarang mengambil hak atau keuntungan yang mestinya diterima hanya oleh orang yang berkarya, sehingga orang yang berkarya merasa atau mengalami kerugian. Misalnya, membajak buku hasil karya seorang penulis.

Bahaya Mengabaikan atau Tidak Menghargai Karya Orang Lain
·         Membahayakan Keimanan
Tidak menghargai karya orang lain menunjukkan sikap mental yang tidak sehat. Sikap tersebut akan dapat membawa kita pada sikap iri hati, dengki, hingga suuzan pada oarang lain. Hal ini tentu saja berbahaya bagi keimanan kita kepa-Nya.
·         Membahayakan Akhlak
Seseorang yang terbelit olegh perasaan tamak dan tidak perduli lagi dengan hasil karya orang lain akan terdorong untuk kejahatan lainnya. Sikap tamak dan tiadanya rasa penghargaan pada hasil karya orang lain berpotensi menghalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhannya meskipun melanggar aturan agama.
·         Membahayakan Masyarakat
Apabila sikap tidak menghargai karya orang lain dan sikap tamak bergabung menjadi satu, lalu dilanjutkan dengan tindakan kejahatan untuk memperkaya diri, maka mulailah dampak pada masyarakat terjadi. Kita dapat dengan jelas melihat hal ini dalam kejahatan pembajakan hasl karya sebuah buku.

Hikmah Menghargai Karya Orang Lain
            Menghargai karya orang lain mengandung beberapa hikmah, antara lain:
1)      Terjalinnya hubungan yang harmonis dan terwujudnya ketentraman di lingkungan keluarga maupun masyarakat
2)      Akan dihargai oleh orang lain
3)      Menyenangkan orang lain
4)      Memberi penghargaan kepada orang lain, nilainya seperti sedekah, walaupun hanya dengan penghormatan berupa senyuman.
5)      Menjalin silahturahmi dengan orang-orang yang berkarya.

Jadi,Perilaku menghargai karya orang lain hendaknya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga menjadi suatu kebiasaan.Kebiasaan menghargai
karya orang lain hendaknya dilaksanakan dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan tempat bekerja di kantor-kantor pemerintah ataupun perusahaan-perusahaan swasta, juga dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.Jika kebiasaan menghargai karya orang lain dilaksanakan dalam lingkungan-lingkungan pergaulan tersebut, tentu akan mendatangkan manfaat yang banyak.
Dengan demikian, agar tercipta kerjasama yang baik diantara sesama muslim dalam harga-menghargai, maka kerjasama tersebut harus kita landasi dengan  ikhlas,dengan niat ingin bersilaturahmi,ingin membuat orang yang berkarya  senang,menjauhkan diri dari sikap dengki maupun iri terhadap karya orang lain, serta dilandasi dengan semangat saling hormat-menghormati terhadap sesama.



Referensi

Syamsuri.H.Drs.2006.Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam untuk SMA Kelas XI.Jakarta:Erlangga.
Anharrurrohman Hakim.2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam untuk SMA/MA  Kelas XI.Solo:Fokus.

Tujuan Pendidikan Islam



BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
Islam adalah agama yang sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan, tidak terkecuali aspek pendidikan yang merupakan bagian kebutuhan mendasar dan dianggap sebagai bagian dari proses sosial.
Maka tidak dapat dipungkiri, bahwa pendidikan Islam merupakan elemen penting di dalam pembangunan. Baik pendidikan formal (sekolah) maupun non formal. Bahkan dapat kita katakan bahwa pendidikan merupakan tempat lahirnya generasi masa depan yang intelek dan sentral dalam pembangunan, termasuk pula di dalamnya pendidikan Islam itu sendiri.
Oleh karena itu, dalam teorinya, tujuan dari pendidikan Islam secara keseluruhan adalah untuk menjadikan kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi insan kamil dengan pola takwa, Insan kamil artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal karena takwanya kepada Allah SWT. Ini mengandung arti bahwa pendidikan Islam itu diharapkan menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya, serta senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan dengan sesamanya, dapat mengambil manfaat yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup di dunia kini dan di akhirat nanti. Dari tujuan pendidikan yang telah dijabarkan apakah tujuan pendidikan Islam dapat menghasilkan manusia yang berguna bagi kehidupan dunia dan akhirat?  Hal ini merupakan suatu tantangan bagi kita semuanya.
Namun, tidak semua tujuan yang telah direncanakan tersebut dapat berjalan mulus tanpa masalah sedikitpun. Permasalahan itu sering kali muncul yang berkaitan dengan tujuan pendidikan Islam, yaitu ketika output pendidikan yang dihasilkan tidak sesuia dengan tujuan tersebut.
Sebagai contoh realitanya saja, di zaman yang modern ini, dengan segala kemajuan dan perkembangan teknologi yang ada, ditemukan kasus-kasus yang bertentangan dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Namun demikian, apakah hubungan kemajuan dan perkembangan teknologi dengan tujuan pendidikan Islam itu?
Seperti kasus adanya “praktik pencucian uang yang dilakukan adik kandung Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiah, Tubagus Chaeri Wardhana (TCW)”. ICW berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menelusuri semua aset TCW yang juga merupakan suami dari Wali Kota Tangerang Selatan (Tangsel) Airin Rachmi Diani.[[1]]
Contoh lain yaitu pelecehan seksual, seperti kasus “2 kali kepala sekolah SD ciumi, pangku & raba dada 3 muridnya”, guru yang merangkap kepala sekolah SD Negeri Semambung, Kecamatan Wonoayu, Sidoarjo, Jawa Timur, ini tak wajar. Dia dilaporkan tiga wali murid kelas 4 di sekolah tersebut ke polisi karena dugaan pelecehan seksual terhadap murid-muridnya.[[2]]
Kekerasan, seperti kasus “OKNUM dilaporkan aniaya murid SD” [[3]] dan lain sebagainya, yang dilakukan oleh seorang yang telah mengenyam sebuah pendidikan Islam. Dari contoh kasus-kasus yang ada itu, timbul pertanyaan apakah peran pendidikan agama Islam dalam penanaman nilai sosial? ,sehingga membuat orang yang sudah mengenyam pendidikan Islam, masih saja melakukan hal-hal yang tidak sepatutnya dilakukan.
Dari realita dan teori yang saling bertentangan di atas, maka masalah ini layak ataupun penting untuk di bahas dalam makalah ini.

B.       RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang kami angkat dalam makalah ini adalah:
1.      Bagaimana tujuan pendidikan Islam dapat menghasilkan manusia yang berguna bagi kehidupan dunia dan akhirat?
2.      Bagaimana hubungan kemajuan dan perkembangan teknologi dengan tujuan pendidikan Islam ?
3.      Bagaimana peran pendidikan agama Islam dalam penanaman nilai sosial ?


C.       ALASAN PEMILIHAN JUDUL
Dalam pembuatan makalah yang berjudul “Memahami Tujuan Pendidikan Islam”, adapun tujuan penulis memilih judul tersebut yaitu karena, pada tujuan pendidikan Islam yang ingin dicapai masih belum tercapai di tengah kemajuan dan perkembangan pada zaman modern ini. Masih banyak penyimpangan nilai-nilai sosial yang di lakukan sebagian orang yang sedang ataupun yang telah mengenyam pendidikan Islam. Sehingga, tujuan pendidikan Islam yang telah ada sepertinya belum mampu dipahami dan dimaknai dengan baik, apalagi di hadapkan dengan kemajuan dan perkembangan teknologi yang ada, serta belum memahami makna tujuan pendidikan Islam itu bagi kepentingan dunia dan akhirat yang sedang dijalaninya.

D.      TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini adalah agar kita dapat memahami tujuan pendidikan Islam itu sehingga dapat menghasilkan manusia yang berguna bagi kehidupan dunia dan akhirat, dapat mengetahui hubungan kemajuan dan perkembangan teknologi, serta mengetahui peran pendidikan agama Islam dalam penanaman nilai sosial kita.




  
BAB II
PEMBAHASAN
TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM

A.      Tujuan pendidikan Islam dapat menghasilkan manusia yang berguna bagi kehidupan dunia dan akhirat
Tujuan pendidikan Islam itu sudahlah jelas merupakan sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang akan melaksanakan pendidikan Islam.[[4]] Diantara tujuan pendidikan Islam yang ada yaitu, sebagai berikut :
1)          tujuan pendidikan Islam menurut Dr.Zakiyah Darajat, yaitu untuk menjadikan kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi insan kamil dengan pola takwa. Insan kamil artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal karena takwanya kepada Allah SWT.
Ini mengandung arti bahwa pendidikan Islam itu diharapkan menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya, serta senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan dengan sesamanya, dapat mengambil manfaat yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup di dunia kini dan di akhirat nanti.
2)          Dalam tujuan individu, yang menjadi sasarannya adalah pada pemberian kemampuan individu untuk mengamalkan nilai-nilai yang telah diinternalisasikan ke dalam pribadi maupun berupa moral, intelektual dan skill.[[5]]
3)          Sebagian ulama’ ada yang merumuskan tujuan pendidikan Islam yang didasarkan atas cita-cita hidup umat Islam yang menginginkan kehidupan duniawi dan ukhrowi yang bahagia secara harmonis. Dari berbagai macam tujuan pendidikan yang ada, terdapat dua macam tujuan yang prinsipil, yakni:


(1)     Tujuan Keagamaan (Al-Gardud Dieny)
Tujuan keagamaan adalah tujuan yang terisi penuh nilai rohaniah Islam dan berorientasi pada kebahagiaan hidup di akhirat. Tujuan ini difokuskan pada pembentukan pribadi muslim yang sanggup melaksanakan syariat Islam melalui proses pendidikan spiritual menuju ma’rifat kepada Allah.
Ayat Al-Qur’an seperti berikut ini yang dijadikan tumpuan cita-cita hidup.
ôs% yxn=øùr& `tB 4ª1ts? ÇÊÍÈ   tx.sŒur zOó$# ¾ÏmÎn/u 4©?|Ásù ÇÊÎÈ   ö@t/ tbrãÏO÷sè? no4quŠysø9$# $u÷R9$# ÇÊÏÈ   äotÅzFy$#ur ׎öyz #s+ö/r&ur ÇÊÐÈ    
Artinya :
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan dirinya (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhanya lalu dia shalat, tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi, sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al-A’la : 14-17)
Tujuan keagamaan mempertemukan diri pribadi terhadap tuhannya melalui kitab-kitab suci menjelaskan tentang hak dan kewajiban, sunat dan yang fardhu bagi seorang mukallaf.
     
(2)     Tujuan Keduniaan (Al-Gardud Dunyawi)
Tujuan ini lebih mengutamakan pada upaya untuk mewujudkan kehidupan sejahtera di dunia dan kemanfaatannya. Tujuan pendidikan jenis ini dapat dibedakan menjadi bermacam-macam tujuan, misalnya tujuan pendidikannya menurut paham pragmatisme, hanya menitikberatkan pada suatu kemanfaatan hidup manusia di dunia di mana ukuran-ukurannya sangat relatif, bergantung pada kebudayaan atau peradaban manusia. Nilai-nilai kehidupan didasarkan atas kecendrungan-kecendrungan hidup sosial budaya yang berbeda-beda menurut tempat dan waktu. Oleh karena itu, tujuan pendidikan menurut tuntutan waktu dan tempat di mana manusia berpacu mencapai kepuasan hidupnya.
Tujuan pendidikan Islam jika diarahkan kepada upaya yang memajukan umat manusia dengan ilmu dan teknologi modern, tidaklah sama dengan tujuan-tujuan pendidikan kaum pragmatis dan teknologis di atas, melainkan lebih mengutamakan kepada upaya meningkatkan kemampuan berilmu pengetahuan dan berteknologi dengan iman dan takwa kepada Allah sebagai pengendalinya.
Nilai-nilai iman dan takwa itu tidak lepas dari manusia yang berilmu dan berteknologi.[[6]]
Allah SWT berfirman :
È@è%ur (#qè=yJôã$# uŽz|¡sù ª!$# ö/ä3n=uHxå ¼ã&è!qßuur tbqãZÏB÷sßJø9$#ur ( šcrŠuŽäIyur 4n<Î) ÉOÎ=»tã É=øtóø9$# Íoy»pk¤9$#ur /ä3ã¥Îm7t^ãsù $yJÎ/ ÷LäêZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÉÎÈ  
Artinya :
“Dan beramallah kamu sekalian maka Allah akan melihat amal perbuatanmu.”
Di sini jelaslah bahwa tujuan pendidikan Islam itu berguna bagi kehidupan kita di akhirat dan di dunia.

B.       Hubungan kemajuan dan perkembangan teknologi dengan tujuan pendidikan Islam
Islam memandang bahwa agama adalah dasar dan pengatur kehidupan. Aqidah Islam menjadi basis dari segala ilmu pengetahuan. Aqidah Islam yang terwujud dalam apa-apa yang ada dalam Al-Qur`an dan Al-Hadits menjadi qaidah fikriyah (landasan pemikiran), yaitu suatu asas yang di atasnya dibangun seluruh bangunan pemikiran dan ilmu pengetahuan manusia.
Islam memerintahkan manusia untuk membangun segala pemikirannya berdasarkan Aqidah Islam, bukan lepas dari aqidah itu. Ini bisa kita pahami dari ayat yang pertama kali turun :
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ  
Artinya :
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan”.
(QS. Al–Alaq : 1 )
Ayat ini berarti manusia telah diperintahkan untuk membaca guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman. Tetapi segala pemikirannya itu tidak boleh lepas dari Aqidah Islam, karena iqra` haruslah dengan bismi rabbika, yaitu tetap berdasarkan iman kepada Allah, yang merupakan asas Aqidah Islam.
Pandangan Islam ini menyatakan bahwa, kata putus dalam ilmu pengetahuan bukan berada pada pengetahuan atau filsafat manusia yang sempit, melainkan berada pada ilmu Allah yang mencakup dan meliputi segala sesuatu.
Firman Allah SWT, yang Artinya :
“Dan adalah (pengetahuan) Allah Maha Meliputi segala sesuatu”.
( QS An – Nisaa : 126 )
Itulah ajaran yang dibawa Rasulullah SAW (w. 632 M) yang meletakkan Aqidah Islam yang berasas Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah sebagai asas ilmu pengetahuan. Beliau mengajak memeluk Aqidah Islam lebih dulu, lalu setelah itu menjadikan aqidah tersebut sebagai pondasi dan standar bagi berbagai pengetahun. Ini dapat ditunjukkan misalnya dari suatu peristiwa ketika di masa Rasulullah SAW terjadi gerhana matahari, yang bertepatan dengan wafatnya putra beliau (Ibrahim). Orang-orang berkata.Gerhana matahari ini terjadi karena meninggalnya Ibrahim. Maka Rasulullah SAW segera menjelaskan : Sesungguhnya gerhana matahari dan bulan tidak terjadi karena kematian atau kelahiran seseorang, akan tetapi keduanya termasuk tanda-tanda kekuasaan Allah. Dengannya Allah memperingatkan hamba-hamba-Nya (HR. Al-Bukhari dan An-Nasa`i).
Dengan jelas kita tahu bahwa Rasulullah SAW telah meletakkan Aqidah Islam sebagai dasar ilmu pengetahuan, sebab beliau menjelaskan, bahwa fenomena alam adalah tanda keberadaan dan kekuasaan Allah, tidak ada hubungannya dengan nasib seseorang, hal ini sesuai dengan aqidah muslim yang sebenarnya.
Inilah paradigma Islam yang menjadikan Aqidah Islam sebagai dasar segala pengetahuan seorang muslim. Paradigma inilah yang telah mencetak muslim-muslim yang taat dan shaleh tapi sekaligus cerdas dalam iptek. Itulah hasil dan prestasi cemerlang dari paradigma Islam ini yang dapat dilihat pada masa kejayaan iptek Dunia Islam antara tahun 700 - 1400 M. Pada masa inilah dikenal nama Jabir bin Hayyan (w. 721) sebagai ahli kimia terma syhur, Al-Khawarzmi (w. 780) sebagai ahli matematika dan astronomi, Al-Battani (w. 858) sebagai ahli astronomi dan matematika, Al-Razi (w. 884) sebagai pakar kedokteran, ophtalmologi, dan kimia, Tsabit bin Qurrah (w. 908) sebagai ahli kedokteran dan teknik, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Dari pernyataan di atas maka di dapatlah peran Pendidikan Islam dalam perkembangan teknologi yakni :
1.         Aqidah Islam Sebagai Dasar Iptek, pendidikan islam menjadikan aqidah Islam sebagai basis segala konsep dan aplikasi iptek. Inilah paradigma Islam sebagaimana yang telah dibawa oleh Rasulullah SAW.
2.         Islam dalam perkembangan iptek, adalah Syariah Islam harus dijadikan standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya, Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan iptek yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah Islam.[[7]]

C.      Peran pendidikan agama Islam dalam penanaman nilai sosial
Dalam upaya memajukan pembangunan yang harmonis dan selaras, maka diperlukan adanya perhatian dalam pembinaan mental warga negara. Pembinaan mental tersebut dapat dilakukan dengan menanamkan nilai-nilai luhur Pancasila melalui jalur pendidikan.
Menurut Kniker, nilai merupakan istilah yang tidak dapat dipisahkan dengan pendidikan. Nilai ditempatkan sebagai inti dari proses dan tujuan pembelajaran. Dari pendapat Kniker tersebut terlihat bahwa setiap proses dan tujuan pendidikan harus menanamkan nilai sehingga akan mencetak peserta didik yang berilmu tinggi dan berakkhlak mulia. Bahkan penekanan pada akhlak lebih tinggi daripada ilmu. Sehingga jelas bahwa pendidikan sangat berperan dalam proses pembangunan nasional dalam lingkupnya selain mencerdaskan juga menanamkan nilai kepada peserta didik agar menjadi manusia yang barakkhlak mulia.
Dalam praktik pelaksanaan pendidikan Indonesia, Pendidikan Agama Islam sebagai salah satu mata pelajaran mempunyai peran penting dalam memberikan penanaman nilai kepada peserta didik. Bahkan mata pelajaran PAI lebih menekankan pada penanaman nilai daripada kognitifnya. Hal ini dikarenakan sesuai bahwa setiap manusia itu derajatnya sama yang membedakan adalah derajat taqwanya. Untuk mencapai derajat taqwa tersebut maka perlu penekanan pada aspek afektif dalam setiap pembelajaran PAI tanpa menafikkan dua aspek yang lain yaitu kognitif dan psikomotorik.
Adapun nilai-nilai yang ditanamkan kepada peserta didik diutamakan pada nilai agama/ religius. Nilai religius seperti diungkapkan Notonagoro merupakan nilai ketuhanan yang bersumber pada keyakinan manusia. Sehingga hal pertama yang harus diajarkan kepada peserta didik adalah ketauhidan Allah SWT. Pendidik mata pelajaran PAI hendaknya membelajarkan hal-hal yang dapat menguatkan keyakinan para peserta didiknya menganai ke-esa-an Allah SWT.  
Kemudian nilai ketauhidan tersebut dikembangkan dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari seperti salat, puasa dan lain-lain. Pengembangan nilai ketauhidan pada nantinya akan meluas dan menyentuh nilai-nilai lain seperti nilai rohani lainnya (keindahan, kebenaran, kebaikan), nilai material dan nilai vital. Untuk nilai material dan vital nantinya akan bersentuhan dengan aspek halal-haram, syar’i-tidak syar’i dan lain-lain.
Dari penjabaran tersebut terlihat bahwa PAI berperan penting dalam hal membentuk nilai religius peserta didik disamping nilai-nilai lainnya. Hal ini sesuai dengan Pancasila sila pertama yang menyebutkan bahwa bangsa Indonesia berlandaskan pada ketuhanan yang maha esa. Dengan peran pentingnya tersebut pembangunan harmonis dan selaras antara pembangunan fisik dan mental akan tercipta.
Namun jika melihat kondisi moral bangsa Indonesia saat ini terlihat banyak sekali tindakan-tindakan amoral yang terjadi. Padahal tidak sedikit dari mereka juga orang-orang terpelajar. Pembelajaran PAI sebagai salah satu ujung tombak pendidikan nilai hendaknya merubah sistem pembelajaran selama ini yang hanya menekankan aspek kognitif namun kurang dari segi afektifnya. Oleh karena itu setiap guru/ pendidik terutama guru PAI harus sebaik mungkin mendesain pembelajaran yang dapat diserap peserta didik.[[8]]




BAB III
PENUTUP
A.      KESIMPULAN
Untuk menjawab pertanyaan dari rumusan masalah makalah ini, maka penulis menyimpulkan,
1)        Dalam tujuan pendidikan Islam, tentu saja menghasilkan manusia yang berguna bagi kehidupan dunia dan akhirat, karena dengan adanya tujuan pendidikan Islam, manusia dapat menyeimbangkan antara urusan dunia dan urusan akhirat.
Hal ini dapat kita lihat pada tujuan pendidikan Islam yaitu tujuan agama dan tujuan keduniaan yang menyatakan bahwa pada tujuan keagamaan bertujuan untuk membentuk pribadi muslim yang sanggup melaksanakan syariat Islam melalui proses pendidikan spiritual, menuju ma’rifat kepada Allah. Sedangkan pada tujuan keduniaan, diupayakan untuk mewujudkan kehidupan sejahtera di dunia dan kemanfaatannya, sebagaimana lebih mengutamankan kepada upaya meningkatkan kemampuan berilmu pengetahuan dan berteknologi dengan iman dan takwa kepada Allah sebagai pengendalinya.
2)        Hubungan kemajuan dan perkembangan teknologi dengan tujuan pendidikan Islam yaitu, dapat membangun semangat umat manusia untuk terus berkembang dalam hal pola pikir dan pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga umat manusia dituntut untuk mencari dan memanfaatkan ilmu pengetahuan mereka dalam menggunakan teknologi yang disesuaikan dengan zamannya, agar dapat memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi kehidupan sehari-hari umat manusia, bahkan dapat membantu meningkatkan keimanan mereka dengan cara memanfaatkannya sebaik mungkin. Namun, dalam menggunakan kemajuan dan perkembangan teknologi yang ada, haruslah berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadits yang menjadi landasan pemikiran kita.
3)        Peran pendidikan agama Islam dalam penanaman nilai sosial yaitu mencerdaskan dan menanamkan nilai-nilai baik itu nilai agama, rohani, material dan nilai vital, kepada peserta didik agar berilmu tinggi dan berakhlak mulia. Bahkan lebih ditekankan pada akhlak yang lebih tinggi dari pada ilmu.

B.       SARAN
Setelah membahas makalah tentang tujuan pendidikan islam ini, maka penulis berharap pendidikan islam lebih di utamakan dan di pelajari lebih mendalam, khususnya dalam kehidupan sehari-hari dan menanamkannya pada generasi muda, agar syari’at dan ajaran islam dapat di mengerti dan di pahami oleh generasi muda dalam mengaplikasikannya didalam kehidupan sehari- hari.


DAFTAR PUSTAKA

Al-qur’an terjemahan Departemen Agama RI

Dra.Hj. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (IPI) 2, cet ke-1 (Bandung: CV.Pustaka Setia, 1997)

Drs.H. Hamdani Ihsan, Drs. H. A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, cet ke-I (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998)

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, cet ke-5 (Jakarta : Kalam Mulia, 2006)






[1] http://news.okezone.com/read/2013/10/06/339/877388/redirect (Amba Dini Sekarningrum,  ICW: Adik Atut Melakukan Pencucian Uang, Okezone.com, Minggu, 06 Oktober 2013 18:58 wib)

[2] http://www.merdeka.com/peristiwa/2-kali-kepala-sekolah-sd-ciumi-pangku-raba-dada-3-muridnya.html  (Reporter : Moch. Andriansyah, Merdeka.com, Jumat, 27 September 2013 16:49:25)
[3] http://www.fajar.co.id/metromakassar/29540225662.html (Friday, 27 September 2013 I 10:41 I 17:01)
[4] Drs.H.Hamdani Ihsan dan Faud Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam. Cet I (Jakarta:CV.Pustaka Setia,1998) hal.68.
[5] Abdul Majid dan Yusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta : Prenada Media, 2006), hal.76.
[6]Drs.H.Hamdani Ihsan dan Faud Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam. Cet I (Jakarta:CV.Pustaka Setia,1998) hal.88.